Sejarah Darul Iman

Semangat perjuangan membangun umat dan bangsa merupakan warisan paling berharga dari Pendiri Yayasan Darul Iman, KH. A. Aminudin Ibrahim, LML. (1949 - 2015). Cita-cita besar beliau adalah mencerdaskan masyarakat agar bertauhid, rasional, gotong-royong, disiplin, dan maju secara pemikiran, ekonomi dan kebudayaan. Beliau mengajarkan bahwa memikirkan kemajuan umat adalah perjuangan mulia, dan dalam berjuang setiap orang harus siap berkorban.

Sejak era 70an, dengan latar belakang pendidikan pesantren salafi di Banten, Aminudin menjalani kegiatan dakwah dengan mengisi puluhan majlis ilmu, tersebar tidak saja di Pandeglang Banten, kampung halamannya, tetapi juga di wilayah Jakarta, Tangerang, Bogor dan sekitarnya. Anak muda ini juga macan podium yang disegani, termasuk di dunia aktifis politik praktis masa itu. Kegigihan membawanya mendapat beasiswa pendidikan di Universitas Madinah, Saudi Arabia. Aktif sebagai ketua PPI Saudi, mengurus jamaah pada musim haji, ia juga mendapat prestasi cumlaude di kampusnya (1985). Tak heran, tawaran pekerjaan dengan jaminan kesejahteraan pun mengalir, bahkan dari negri jiran. Namun ia memilih jalannya sendiri, berpegang pada pesan almarhum ayahnya, bahwa jika engkau berilmu bangunlah dulu tanah kelahiranmu.

Bermodal semangat dan visi besar, Aminudin bertekad mengangkat harkat dan martabat warga terdekat yang memang tertinggal. Jalan masih tanah, listrik belum ada, pendidikan masyarakat rendah, banyak tahayul dan praktik syirik. Maka, disamping aktifitas keumatan dan organisasi baik di NU, MUI, FSPP, dan lajnah-lajnah lainnya, ia merintis gerakan di bidang pendidikan dan sosial keagamaan sebagai sendi perjuangan melalui sebuah lembaga yayasan.

Yayasan Darul Iman dibuat pada tahun 1989. Namun momentumnya adalah pada peresmian pesantren di tahun 1991, saat dimulai kegiatan pendidikan santri angkatan pertama. Di tahun-tahun berikutnya, jumlah santri makin bertambah berasal dari berbagai daerah di tanah air, dan setiap tahun Kyai Aminudin mengundang pejabat tinggi negara dan Menteri datang. Tujuannya bukan saja sebagai ajang silaturahim ulama Banten dan umaro, dukungan bagi pesantren, tetapi juga memikirkan agar efek lebih luas dirasakan masyarakat lokal berupa perbaikan infrastruktur; biasanya jalan dibenahi jika akan dilewati pejabat tinggi. Di Darul Iman lah pembentukan Provinsi Banten (terpisah dari Jawa Barat) dicetuskan, saat Pimpinan Pesantren berpidato di hadapan Presiden Habibie yang berkunjung tahun 1999.

Dari lembaga ini, telah lahir ratusan sarjana, kyai, pengusaha, profesional; mereka para alumni yang berkiprah di berbagai bidang. Warga/masyarakat lokal pun kini sudah jauh lebih maju dan tercerahkan. Hanya saja, akses jalan menuju Darul Iman sekian tahun ini terbiarkan rusak parah, sehingga menghambat mobilitas warga secara umum, yang tentu juga berdampak pada potensi pengembangan pesantren kami.

Pasca wafatnya KH. Aminudin Ibrahim, LML., Desember 2016 lalu, pengurus baru Yayasan Darul Iman pun dikukuhkan untuk terus melanjutkan cita-cita mulia pendirinya. Penguatan lembaga sebagai sebuah sistem dilakukan dengan asesmen terpadu dan berkesinambungan. Semoga Yayasan Darul Iman Pandeglang ini dapat melangkah lebih baik meski sang pendirinya telah tiada. Umur biologis boleh habis, tetapi semangat perjuangan harus diwariskan dan membawa kebaikan abadi.