Mengenang Perjuangan Alm Bpk KH Aminudin Ibrahim, LML (1949-2015)


 

Sabtu 17 Desember 2022 yang akan datang, keluarga besar Pondok Pesantren Terpadu Darul Iman (PPTDI) Pandeglang akan menggelar acara doa bersama dalam rangka peringatan wafatnya Kiai Haji Ahmad Aminudin Ibrahim, LML. Acara ini insya Allah akan dihadiri keluarga, karib kerabat, para santri dan alumni, warga sekitar pondok, serta sejumlah sahabat almarhum. 
 
Semasa hidupnya, Kiai Aminudin tak hanya dikenal sebagai seorang yang gigih berjuang untuk kemajuan pendidikan di desanya, tetapi juga tokoh yang berjasa besar dalam perjuangan pembentukan propinsi Banten.
 
Pada usia muda, pria kelahiran tahun 1949 ini belajar di sejumlah pesantren di wilayah Banten seperti Cikadueun dan Petir, kemudian di Purwakarta, Jawa Barat. Pada tahun 1979, ia berangkat menuju Saudi Arabia guna menempuh studi di Universitas Islam Madinah. 
 
Statusnya sebagai ayah dari tiga anak, bukanlah penghalang niatnya untuk belajar di kota Nabi tersebut. Sepulang dari Madinah tahun 1984, ia bergabung dengan tim da’i Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta, lalu aktif mengajar di majelis-majelis taklim, baik di Pandeglang, Serang, Bogor, maupun Jakarta.
 
Kyai Aminudin adalah sosok yang mencintai kampung halamannya sendiri. Ketika pihak Kedutaan Saudi memintanya untuk berdakwah ke luar daerah, dengan tegas ia menolak karena bercita-cita mengabdi untuk masyarakat di desanya. Sebagai perwujudan niatnya itu, tahun 1991 ia mendirikan Pondok Pesantren Terpadu Darul Iman di Kampung Kadupandak Desa Kadulimus Pandeglang.
 
Melalui Darul Iman, ia ingin memberikan akses pendidikan yang mudah dan murah kepada masyarakat. Saat itu, masih banyak warga di desanya yang enggan melanjutkan sekolah karena rendahnya kesadaran didukung belum adanya akses transportasi yang memadai. Tapi tak lama setelah Darul Iman berdiri, akses jalan raya, jaringan listrik dan telepon dibangun oleh Pemerintah. Ini tak lepas dari peran Kyai Aminudin yang dikenal dekat dengan sejumlah pejabat di pemerintah daerah hingga pusat.
 
Kini, Kadupandak menjadi lokasi tujuan belajar para santri dari berbagai daerah, baik Banten, Jabotabek, Jawa Barat, Lampung dan Kalimantan. Telah banyak pula warga kampung ini yang mengenyam pendidikan tinggi hingga meraih gelar sarjana. 
 
Dalam banyak kesempatan, Kyai Aminudin sering mengungkapkan bahwa umat Islam saat ini dihadapkan pada dua musuh besar, yakni kebodohan dan kemiskinan. Keduanya merupakan dua mata rantai yang saling menyambung, tidak jelas mana pangkal dan mana ujung. Apakah kebodohan menyebabkan kemiskinan, ataukah sebaliknya? Ibarat ayam dan telur, entah mana yang lebih dahulu ada. Menurutnya, jurus paling efektif untuk memutus rantai itu tiada lain adalah pendidikan.
 
Pesantren, menurut Kyai Aminudin, adalah lembaga pendidikan yang paling ideal dalam mencetak generasi yang berilmu sekaligus berakhlak mulia. Hal ini karena pesantren memadukan dua fungsi, yakni fungsi ajar dan fungsi asuh sekaligus. Dalam bahasa kekinian, pesantren menyajikan kurikulum yang mendukung terciptanya lulusan yang memiliki kecerdasan majemuk (multiple intelegence), yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
 
Gagasan-gagasannya di bidang pengembangan pesantren, ia curahkan secara lebih luas melalui wadah Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten, yang sempat ia pimpin selama beberapa tahun menjelang akhir hayatnya.
 
***
Nama Kyai Aminudin juga tak bisa dilepaskan dari sejarah pembentukan Provinsi Banten. Ia adalah orang Banten pertama pasca reformasi 1998 yang mengusulkan gagasan perubahan eks karesidenan Banten menjadi provinsi yang terpisah dari Jawa Barat. Di antara pertimbangannya adalah: (1) memberi kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh layanan birokrasi dan administrasi, mengingat Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat berjarak cukup jauh, terutama dari Banten Selatan, (2) masyarakat Banten secara sosio kultural tidak memiliki ikatan dengan masyarakat Priangan, (3) Banten yang pada masa lalu pernah berjaya dengan kerajaan Islamnya hanya akan kembali maju jika menjadi propinsi sendiri.
 
Ide tentang pembentukan Provinsi Banten ini menuai pro kontra yang cukup panjang di tengah masyarakat. Meski demikian, ia tetap tak bergeming. Ia terus berkomunikasi dengan sejumlah kalangan di Banten, Jakarta dan Jawa Barat, terutama para ulama dan birokrat. Bahkan guna mengkomunkasikan idenya secara lebih luas, ia mengundang Presiden BJ Habibi untuk datang ke Darul Iman. Gayung bersambut, pada tanggal 05 Februari 1999 Presiden datang berkunjung didampingi Akbar Tanjung (Menteri Sekretaris Negara), Wiranto (Menteri Pertahanan dan Keamanan /Panglima ABRI), Malik Fajar (Menteri Agama), Adi Sasono (Menteri Koperasi), Nuriana (Gubernur Jawa Barat), serta sejumlah pejabat lainnya.
 
Pada pertemuan inilah, Kyai Aminudin menyampaikan usulan pembentukan propinsi Banten langsung di hadapan Presiden. Usulan yang mulanya diwarnai pro kontra ini ternyata disambut baik oleh Presiden dengan mengatakan, “Itu adalah keinginan rakyat, silahkan saja. Akan saya dengar aspirasi ini, dan kita berdoa bersama-sama, semoga doa ini bisa terkabul”.
 
Tanggapan Presiden ini laksana sinyal positif bagi terbukanya jalan menuju pembentukan Provinsi Banten. Sebagai upaya tindak lanjut, Kyai Aminudin mendirikan Forum Silaturahmi Warga Pandeglang (Fosgalang) tanggal 28 Agustus 1999 sekaligus menduduki jabatan sebagai wakil ketua. Kemudian bersama sejumlah tokoh Banten lainnya, ia membidani pembentukan Komite Pembentukan Propinsi Banten (KPPB) dan Kelompok Kerja Pembentukan Provinsi Banten (Pokja PPB). 
 
Peran Kyai Aminudin dalam upaya-upaya berikutnya juga sangat terlihat. Satu di antaranya adalah pada Pertemuan Nyi Mas Ropoh pada tanggal 23 Januari 2000 yang diikuti oleh sejumlah besar tokoh Banten. Dalam acara itu, tiga unsur masyarakat berbicara mewakili masyarakat Banten. Unsur jawara diwakili oleh H Chasan Shohib, unsur umara diwakili oleh H Yas’a (Bupati Lebak), dan unsur ulama diwakili oleh Kyai Aminudin sendiri. Sebulan kemudian, ia diamanahi sebagai ketua Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten (Bakor PPB), mendampingi tokoh Banten, Tryana Sjam’un. Usaha demi usaha terus dilakukan, hingga akhirnya DPR RI menyetujui pengesahan UU Pembentukan Provinsi Banten pada tanggal 04 Oktober 2000.
 
***
Sejarah mencatat bahwa para ulama Banten sejak zaman dulu telah terlibat dalam berbagai gerakan politik guna memperjuangkan hak-hak rakyat. Di Cilegon, ada Syekh Wasid (wafat tahun 1888) yang tak hanya dikenal karena keilmuannya, tetapi juga karena perjuangannya memimpin pemberontakan terhadap penjajah Belanda. Di Mekah, ada Syekh Nawawi al Bantani (wafat tahun 1897), seorang ulama Banten yang menginsipirasi para muridnya untuk berjuang melawan Belanda di tanah air.
 
Para ulama Banten zaman kemerdekaan tetap memainkan peran ini, sebagaimana dilakukan oleh Kyai Aminudin. Ia adalah sosok ulama yang luas ilmunya, sekaligus peduli terhadap persoalan-persoalan keumatan di sekitar tempat tinggalnya. Semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan menempatkannya di surga-Nya yang indah. Amin Ya Robbal Alamin.

Comments